Tuesday, December 17, 2013

Geniusnya Imam Syafi'i

Dikisahkan bahwa sebagian ulama terkemuka di Irak iri kepada Imam Syafi’iradhiyallahu ‘anhu. Mereka membuat tipu daya kepadanya lantaran beliau lebih unggul dari mereka dari segi ilmu dan hikmah. Imam Syafi’i mendapatkan hati para pencari ilmu pengetahuan sehingga mereka hanya berminat dengan majelis pengajian beliau, mereka hanya mau tunduk dengan pendapat dan ilmu beliau. Oleh karena itulah, para ulama yang iri terhadap Imam Syafi’i membuat kesepakatan di antara mereka untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang rumit dalam bentuk teka-teki. Sehingga mereka dapat menguji kecerdasan beliau, seberapa
mendalam dan seberapa matang ilmu beliau di hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid yang sangat kagum dengan beliau dan sering memuji beliau. Setelah mereka selesai membuat pertanyaan-pertanyaan, mereka menyampaikan kepada khalifah yang ikut hadir dalam diskusi dan mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu dengan penuh kecerdasan dan kefasihan.

Berikut ini soal jawab tersebut:

Soal 1: Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang menyembelih kambing di rumahnya kemudian dia keluar untuk suatu keperluan, lalu dia kembali lagi lantas dia berkata kepada keluarganya, “Makanlah kambing ini. Sungguh kambing ini haram bagiku.” Keluarga pun berkata, “Demikian juga haram bagi kami?”

Jawab 1: Sesungguhnya laki-laki tersebut orang musyrik. Dia menyembelih kambaing atas nama berhala, lalu dia keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, dan ternyata Allah Subhanahu wa Ta’alamemberi hidayah kepadanya untuk memeluk agama Islam, sehingga dia masuk Islam. Maka, kambing tersebut haram baginya. Ketika para keluarganya tahu bahwa lelaki tersebut masuk Islam, maka mereka pun ikut masuk Islam. Maka, kambing tersebut juga diharamkan atas mereka.

Soal 2: Ada dua muslim yang sama-sama berakal minum arak. Salah satunya dikenai hukuman sedangkan yang lainnya tidak dikenai hukuman?

Jawab 2: Sebab salah satunya baligh sedangkan lainnya masih kecil

Soal 3: Ada lima orang melakukan zina terhadap seorang perempuan, maka orang pertama harus dibunuh, orang kedua dirajam, orang ketiga dikenai hukuman zina, orang keempat dikenai separuh hukman zina, dan orang kelima tidak dikenai sanksi apapun?

Jawab 3: Orang pertama menganggap zina perbuatan halal, sehingga dia murtad dan dia harus dibunuh. Orang kedua adalah muhshan (orang yang pernah menikah). Orang ketiga adalah ghairu muhshan (belum pernah menikah). Orang keempat adalah seorang budak. Sedangkan orang kelima adalah orang gila.

Soal 4: Ada seorang laki-laki melaksanakan shalat. Setelah dia mengucap salam ke kanan, istrinya tertalak. Ketika dia mengucap salam ke kiri, maka shalatnya batal, dan ketika dia melihat ke langit, maka dia waijb membayar seribu dirham?

Jawab 4: Pada saat dia mengucap salam ke kanan, dia melihat seseorang yang istrinya dia nikahi ketika dalam keadaan suami sedang ghaib (tidak ada). Maka, ketika dia melihat suaminya datang, istrinya tertalak. Pada saat dia mengucap salam ke kiri, dia melihat najis pada pakaiannya, maka shalatnya batal. Pada saat dia melihat ke langit, dia melihat hilal (bulan sabit) telah tampak di langit dan dia mempunyai hutang seribu dirham yang seharusnya dibayar pada awal bulan sejak munculnya hilal.

Soal 5: Ada seorang imam melaksanakan shalat bersama empat orang di dalam masjid, lantas ada seseorang yang masuk dan ikut melakukan shalat di sebelah kanan imam. Ketika imam mengucap salam ke kanan dan melihat lelaki tersebut, maka si imam wajib dibunuh sedangkan keempat makmum lainnya, wajib didera dan masjid tersebut wajib dirobohkan sampai ke dasarnya.

Jawab 5: Sesungguhnya lelaki yang baru datang mempunyai seorang istri. Kemudian dia pergi dan menitipkan istrinya di rumah saudaranya, lalu si imam membunuh sang saudara tersebut. Si imam mengklaim bahwa perempuan tersebut merupakan istri orang yang terbunuh, lalu dia menikahi perempuan tersebut. Sedang empat orang yang ikut melaksanakan shalat adalah saksi pernikahan mereka. Lalu, masjid tersebut merupakan rumah orang yang terbunuh yang dijadikan sebagai masjid oleh si imam.

Soal 6: Bagaimana pendapatmu mengenai seseorang yang budaknya kabur, lalu dia berkata, “Budak tersebut statusnya merdeka jika saya makan sebelum saya menemukannya.” Bagaimana solusi dari ucapan tersebut?

Jawab 6: Dia memberikan budaknya kepada sebagian anaknya, kemudian dia makan, lalu dia meminta lagi budak yang telah diberikannya.

Soal 7: Dua orang perempuan bertemu dua lelaki muda, lalu kedua perempuan tersebut berkata, “Selamat datang dua anak kami, dua suami kami, dan dua anak suami kami?”

Jawab 7: Sesungguhnya dua lelaki muda tersebut merupakan anak dari kedua perempuan terebut. Lantas masing-masing dari kedua perempuan tersebut menikah dengan laki-laki perempuan satunya. Jadi, kedua lelaki muda tersebut merupakan anak dari kedua perempuan tersebut, suami dari kedua perempuan tersebut, dan anak dari (mantan) suami dari kedua perempuan tersebut.

Soal 8: Seorang laki-laki mengambil segelas air untuk diminum. Dia dihalalkan minum separuhnya. Tetapi diharamkan baginya minum air yang masih tersisa di gelas?

Jawab 8: Sesungguhnya lelaki tersebut baru minum separuh gelas lalu dia mimisan dan menetes pada air yang masih tersisa di dalam gelas, sehingga darah tercampur dengan air. Maka, sisa air tersebut diharamkan baginya.

Soal 9: Seorang laki-laki memberikan kepada istrinya satu kantong yang terisi penuh dan terkunci. Dia meminta kepada istrinya agar mengosongkan isinya dengan syarat dia tidak boleh membukanya, membelahnya, merusak kuncinya atau membakarnya. Jika dia melakukan salah satu dari hal tersebut, maka dia tertalak?

Jawab 9: Sesungguhnya kantong tersebut berisi gula atau garam. Yang dapat dilakukan si istri ialah menaruh kantong tersebut di dalam air, sehingga isi kantong meleleh dengan sendirinya.

Soal 10: Ada seorang lelaki dan seorang perempuan bertemu dua anak muda di jalan, lantas keduanya mencium kedua anak muda tersebut. Ketika keduanya ditanya mengenai perbuatan tersebut, si lelaki menjawab, “Ayahku adalah kakek keduanya. Saudaraku adalah paman keduanya. Istriku adalah istri ayah keduanya.” Sedangkan si perempuan menjawab, “Ibuku adalah nenek keduanya, saudara perempuanku adalah bibi keduanya.”

Jawab 10: Sesungguhnya si lelaki merupakanj ayah kedua anak muda tersebut sedangkan si perempuan merupakan ibu keduanya.

Soal 11: Ada dua laki-laki di atas loteng rumah. Salah satunya terjatuh dan mati. Anehnya, istri lelaki satunya yang masih hidup menjadi haram baginya?

Jawab 11: Sesungguhnya lelaki yang terjatuh sampai mati menikahkan anak perempuannya kepada budaknya yang menemaninya di atas loteng. Ketika laki-laki tersebut meninggal, maka anak perempuannya memiliki budak yang merupakan suaminya sendiri. Maka, perempuan tersebut haram baginya.

Sampai di sini, Khalifah Ar-Rasyid yang ikut hadir dalam diskusi tersebut tidak mampu menyembunyikan kekagumannya terhadap kecerdasan Imam Syafi’i, kecepatannya mendaapt ide, ketajaman pemahamannya, dan bagus daya tangkapnya.

Dia berkata, “Alangkah hebatnya keturunan Bani Abdi Manaf ini. Sungguh, engkau menejlaskan dengan sebaik-baiknya, engkau menafsirkan dengan sejelas-jelasnya, dan engkau membuat redaksi dengan fasih.”

Lalu Imam Syafi’i berkata, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memanjangkan umur Amirul Mukminin. Saya akan mengajukan satu pertanyaan kepada para ulama ini. Jika mereka mampu menjawab pertanyaan tersebut, maka Alhamdulillah. Akan tetapi, jika mereka tidak mampu menjawab, maka saya mohon kepada Amirul Mukminin untuk mencegah kejahatan mereka terhadap diriku.

Khalifah Ar-Rasyid menanggapi, “Baiklah, kupenuhi keinginanmu. Silakan ajukan pertanyaan kepada mereka sesuai yang engkau kehendaki, wahai Syafi’i!”

Lalu Imam Syafi’i berkata, “Ada seorang laki-laki wafat meninggalkan 600 dirham. Saudara perempuannya hanya memperoleh satu dirham saja dari harta peninggalan tersebut. Bagaimana cara pembagian harta warisan ini?”

Ternyata para ulama tersebut saling berpandangan satu sama lain cukup lama. Tidak satu pun di antara mereka mampu menjawab pertanyaan tersebut. Keringat pun bercucuran dari dahi mereka.

Ketika mereka terdiam cukup lama, maka Khalifah berkata, “Ya sudah, sampaikan jawabannya kepada mereka!”

Lantas Imam Syafi’i angkat bicara setelah orang-orang yang ingin menghilangkan posisi Imam Syafi’i di mata Khalifah yang sangat mengaguminya lantaran ilmu dan ketakwaannya akhirnya mati kutu.

Beliau berkata, “Laki-laki tersebut wafat meninggalkan dua orang anak perempuan, ibu, seorang istri, dua belas saudara laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Jadi, dua anak perempuan mendapat bagian dua pertiga, yaitu sebesar 400 dirham, ibu mendapat bagian seperenam, yaitu sebesar 100 dirham, istri mendapat bagian seperdelapan, yaitu sebesar 75 dirham, kedua belas saudara laki-laki mendapat bagian 24 dirham dan tersisa satu dirham untuk saudara perempuan.”

Khalifah Ar-Rasyid tersenyum dan berujar, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan banyak keluargaku seperti engkau.”

Khalifah memberikan 2000 dirham kepada Imam Syafi’i. Kemudian Imam Syafi’i menerimanya lalu membagikannya kepada para pelayan dan pembantu istana.

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Credit to : Zilzaal

Meniti Jejak Walisongo

Sejarah masuknya Islam di Indonesia sungguh penuh dengan carut-marut karena sejak dahulu bangsa Indonesia memang lemah dalam sistem dokumentasi. Akibatnya, sejarah Indonesia sebelum datangnya bangsa Belanda selalu ada beberapa versi karena selalu ada distorsi dari pelaku sejarah maupun dari masyarakat yang meneruskan cerita tersebut kepada generasi berikutnya.
Sungguh suatu hal sangat memprihatinkan, bahwa sejarah lahirnya Islam di Jazirah Arabia yang terjadi pada abad ke-7 Masehi dan lahirnya Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam [581 M], wafat [632 M] dan penggantinya Abu Bakar [632-634 M], Umar Bin Khotob [634-644 M], Usman Bin Affan [644-656 M], Ali Bin Abi Thalib [656-661 M] serta perkembangan Islam selanjutnya dapat terdokumentasi secara jelas. Namun sejarah masuknya Islam di Indonesia yang terjadi 7 abad setelahnya, justru tidak terdokumentasi secara pasti. Barangkali karena alasan itulah maka sejarah tentang walisongo juga penuh dengan carut-marut.

Kisah-kisah individu walisongo penuh dengan nuansa mistik, bahkan tidak hanya nuansa mistik yang menyelimuti kisah walisongo tetapi juga penuh dengan berita-berita bohong. Mistik dan bohong adalah dua hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi mengapa keduanya justru menjadi warna utama kisah para wali yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran islam di Indonesia?

Sebagai umat Islam tentu saja kita harus mengembangkan metode berpikir dialektis untuk mengambil hikmah yang sesungguhnya dan meluruskan sejarah yang sebenarnya berdasarkan sumber yang benar.

Berikut adalah dokumen-dokumen yang dipastikan kebenarannya sehubungan dengan kisah-kisah Walisongo;

1. “Het book van Bonang”, buku ini ada di perpustakaan Heiden-Belanda, yang menjadi salah satu dokumen langka dari jaman Walisongo. Kalau tidak dibawa Belanda, mungkin dokumen yang amat penting itu sudah lenyap. Buku ini ditulis oleh Sunan Bonang pada abad 15 yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam.

2. “Suluk Linglung”, buku karya Sunan Kalijogo. Buku ini berbeda dengan buku ‘Suluk Linglung’ karya Imam Anom yang banyak beredar.

3. “Kropak Farara”, buku yang amat penting tentang walisongo ini diterjemahkan oleh Prof.Dr. GJW Drewes ke dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan oleh Wahyudi ke dalam bahasa Indonesia.

4. “Kitab Walisana”, kitab yang disusun oleh Sunan Giri ini berisi tentang ajaran Islam dan beberapa peristiwa penting dalam perkembangan masuknya agama Islam di tanah Jawa.

Istilah walisongo memang masih kontroversial dan tidak ada dokumen yang dapat dijadikan rujukan untuk menentukan mana yang benar. Istilah walisongo adalah nama sebuah dewan yang beranggotakan 9 orang [A. Wahyudi dan Abu Khalid; Widji Saksono,1995].

Anggota walisongo merupakan orang-orang pilihan dan oleh karena itu oleh orang jawa dinamakan wali. Istilah wali berasal dari bahasa arab aulia, yang artinya orang yang dekat dengan Allah SWT karena ketakwaannya. Sedangkan istilah songo merujuk kepada penyebaran agama Islam ke segala penuru. Orang jawa mengenal istilah kiblat papat limo pancer untuk menggambarkan segala penjuru, yaitu utara-timur-selatan-barat disebut keblat papat dan empat arah diantaranya ditambah pusat disebut limo pancer.

Dalam kitab Kanzul Ulum karya IBNUL BATHUTHAH yang masih tersimpan di perpustakaan istana kasultanan Ottoman di Istambul, pembentukan Walisongo ternyata pertama kali dilakukan oleh sultan Turki, MUHAMMAD I yang menerima laporan dari para saudagar Gujarat {India} bahwa di pulau Jawa jumlah pemelukm agama Islam masih sangat sedikit. Berdasarkan laporan tersebut Sulatn MUHAMMAD I membentuk sebuah tim yang beranggotakan 9 orang, yaitu :

1. MAULANA MALIK IBRAHIM, berasal dari Turki, ahli irigasi dan tata pemerintahan
2. MAULANA ISHAQ, berasal dari Samarkan ahli pengobatan
3. MAULANA AHMAD JUMADIL KUBRO, berasal dari Mesir
4. MAULAN MUHAMMAD AL MAGHROBI, berasal dari Maroko
5. MAULANA MALIK ISRO’IL, berasal dari Turki, ahli tata pemerintahan
6. MAULANA MUHAMMAD ALI AKBAR, berasal dari Iran, ahli pengobatan
7. MAULANA HASANUDDIN, dari Palestina
8. Maulana ALIYUDDIN, dari Palestina
9. Syekh SUBAKIR, dari Iran, ahli kemasyarakatan

Inilah walisongo angkatan pertama yang datang ke pulau Jawa pada saat yang tepat, karena Majapahit sendiri pada saat itu sedang dilanda perang saudara, yaitu perang paregreg, sehingga kedatangan mereka tidak begitu mendapat perhatian. Perlu diketahui bahwa tim pertama tersebut bukanlah para ahli agama atau bisa dikatakan bahwa mereka belum mempunyai ilmu agama yang mumpuni. Sultan Muhammad I tidak pernah menyebut tim tersebut dengan nama walisongo. Barangkali istilah walisongo berasal dari masyarakat atau dari tim itu sendiri setelah bekerja beberapa pulh tahun. Adapula kemungkinan bahwa istilah walisongo muncul setelah wali pribumi dari kalangan bangsawan yang masuk kedalam tim.

Karena Maulana Malik Ibrahim sebagai ketua walisongo wafat pada tahun 1419 M, maka pada tahun 1421 M dikirim seorang penyebar Islam baru yang bernama AHMAD ALI RAHMATULLAH dari Champa yang juga keponakan MAULANA ISHAK. Beliau adalah anak IBRAHIM ASMARAKANDI yang menjadi menantu Sultan Campha. Pemilihan Ahmad Ali Rahmatullah yang nantinya sering dipanggil RADEN RAHMAT adalah keputusan yang sangat tepat, karena Raden Rahmat dianggap mempunyai kelebihan [ilmu agama yang lebih dalam] dan putra Mahkota kerajaan Majapahit pada saat itu menikah dengan bibi Raden Rahmat. Oleh karena itu dengan Raden Rahmat menjadi ketua, walisongo berharap agar Prabu KertaWijaya dapat masuk Islam, atau setidak-tidaknya tidak menghalangi penyebarah Islam. Dialog antara Raden Rahmat yang mengajak Prabu KertaWijaya masuk Islam tertulis dalam Kitab Walisana dengan langgam Sinom pupuh IV bait 9-11 dan bait 12-14.

Karena masih kerabat istana, maka Raden Rahmat diberi daerah Ampeldento oleh Raja Majapahit yang kemudian dijadikan markas untuk mendirikan pesantren. Selanjutnya Raden Rahmat dikenal dengan nama SUNAN AMPEL. Menurut Widji Saksono [1995:23-24], kedatangan Raden Rahmat di pulau jawa disertai dua pemuda bangsawan Champha yaitu Raden SANTRI ALI dan ALIM ABU HURAIRAH serta 40 orang pengawal. Selanjutnya Raden Santri Ali dan Alim Abu Hurairah bermukim di Gresik dan dikenal dengan SUNAN GRESIK dan SUNAN MAJAGUNG. Dengan kedatangan Raden Rahmat, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan kedua.

Pada tahun 1435 ada dua orang wali yang wafat, yaitu Maulana Malik Isro`il dan Maulana Muhammad Ali Akbar. Dengan meninggalnya dua orang itu, dewan mengajukan permohonan kepada Sultan Turki [tahun 1421 Sultan Muhammad I digantikan oleh sultanMURAD II, yang memimpin sampai tahun 1451 {Barraclough, 1982:48}] untuk dikirimkan dua orang pengganti yang mempunyai kemampuan agama yang lebih mendalam.

Permohonan tersebut dikabulkan dan pada tahun 1436 dikirim dua orang juru dakwah, yaitu :

1. SAYYID JA`FAR SHODIQ, berasal dari Palestina, yang selanjutnya bermukin di Kudus dan dikenal dengan nama SUNAN KUDUS. Dalam buku Babad Demak karya Atmodarminto {2001, disebutkan bahwa Sayyid Ja`far Shodiq adalah satu-satunya anggota walisongo yang paling menguasai Ilmu Fiqih.

2. SYARIF HIDAYATULLAH, berasal dari Palestina yang merupakan ahli strategi perang. Menurut buku Babad Tanah Sunda Babad Cirebon karya PS Sulendraningrat {tanpa tahun}, Syarif Hidayatullah adalah cucu Prabu Siliwangi dari Pajajaran hasil perkawinan Rara Santang dan Sultan Syarif Abdullah dari Mesir. Selanjutnya Syarif Hidayatullah bermukim di Cirebon dan dikenal dengan nama SUNAN GUNUNG JATI.

Dengan kedatangan wali muda tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan ketiga. Nampak dari informasi diatas bahwa ada tiga wali muda yang tentu mempunyai kedalaman ilmu agama yang lebih dibandingkan dengan angkatan sebelumnya.

Pada tahun 1462 dua orang anggota walisongo wafat, yaitu Maulana Hasanuddin dan Maulana Aliyuddin. Sebelum itu ada dua orang anggota wali yang meninggalkan tanah Jawa, yaitu Syekh Subakir pulang ke Persia dan Maulana Ishak berdakwah di Pasai.

Dalam sidang walisongo di Ampeldento, diputuskan bahwa ada empat orang yang masuk dalam dewan walisongo, yaitu:

1. Raden MAKHDUM IBRAHIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di desa Mbonang, Tuban. Selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN MBONANG.
2. Raden QOSIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di lamongan dan dikenal dengan nama SUNAN DRAJAT.
3. Raden PAKU, putra Maulana ISHAQ yang bermukim di Gresik dan selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN GIRI.
4. Raden Mas SAID, putra Adipati Tuban yang bermukim di Kadilangu, Demak. Selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN KALIJOGO.

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan keempat. Dalam dewan walisongo angkatan keempat ini masih ada dua orang yang bersal dari angkatan pertama, sehingga pada tahun 1463 mereka sudah bertugas di tanah Jawa selama 59 tahun. Dua orang itu adalah Maulana Ahmad Jumadil Qubro yang meninggal pada tahun 1465 dan Maulana Muhammad Al Maghrobi [tidak diketahui tahun berapa wafatnya]. Dalam kitab walisana disebutkan bahwa pada saatRaden FATAH menghadapi SYEKH SITI JENAR, Maulana Muhammad Al Maghrobi masih merupakan tokoh sentral, kuat dugaan bahwa beliau yang mengambil keputusan tentang masalah Syekh Siti Jenar.

Perlu diperhatikan bahwa mulai angkatan keempat ini banyak anggota walisongo yang merupakan putra bangsawan pribumi. Bersamaan dengan itu, orientasi ajaran islam mulai berubah dari Arab Sentris menjadi Islam Kompromistis. Pada saat itulah tubuh walisongo mulai terbelah antara kelompok futi`a dan aba`ah, barangkali pada saat itu pula muncul istilah Walisongo. Isi kitab walisana yang ditulis oleh Sunan Giri II pun yang ditulis pada awal abad 16 banyak berbeda dengan buku-buku sunan Mbonang yang masih menjelaskan ajaran Islam yang murni.

Dengan meninggalnya dua orang wali yang paling tua itu, maka pada tahun 1466 diadakan sidang yang memutuskan memasukkan anggota baru dan mengganti ketua dewan yang sudah berusia lanjut. Ketua dewan yang dipih dalam siding tersebut adalahSunan GIRI, sedangkan anggota dewan yang masuk adalah :

1. Raden FATAH, putra Raja Majapahit Brawijaya V yang merupakan Adipati Demak.
2. FATHULLAH KHAN, putra Sunan Gunung Jati yang dimaksudkan untuk membantu tugas ayahandanya yang sudah berusia lanjut.

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan kelima.

Setelah Raden Fatah dinobatkan menjadi Sultan Demak Bintara, maka pada tahun 1478, dilakukan perombakan lagi dalam tubu dewan walisongo. Selain Raden Fatah, Sunan Gunung Jati pun lengser karena usianya lang lanjut. Posisi Sunan Gunung Jati digantikan oleh Fathullah Khan yang memang sudah ada dalam dewan walisongo. Dua posisi yang kosong diisi oleh :

1. Raden UMAR SAID, putra Sunan Kalijogo yang lebih dikenal sebagai SUNAN MURIA.
2. Sunan PANDANARAN, murid Sunan Kalijogo yang bermukim di Tembayat, juga dikenal sebagai SUNAN TEMBAYAT.
Menurut kitab walisana karya Sunan Giri II, status Sunan Muria dan Sunan Padanaran hanya sebagai wali penerus atau wali nubuah atau wali nukbah. Kitab walisana juga tidak tidak pernah menyebut nama Fathullah Khan sebagai anggota walisongo, barangkali hal itu terjadi karena begitu diangkat menjadi anggota walisongo, Fathullah Khan langsung disebut sebagai Sunan Gunung Jati seperti sebutan untuk ayahandanya.

Setelah masa walisongo angkatan keenam, masih banyak orang yang pernah mendapat gelar sebagai wali, namun kapan mereka itu diangkat dan menggantikan siapa, tidak ada bukti dan keterangan yang dapat dijadikan patokan dan kebenarannyapun masih banyak diragukan. Mereka itu misalnya SYEKH SITI JENAR, Sunan GESENG, sunan NGUDUNG, Sunan PADUSAN, Sunan KALINYAMAT, Sunan MURYAPODO, dan ada beberapa orang yang juga dianggap sebagai wali misalnya Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Pengging. []

E.A. Indrayana
Pemerhati Sejarah Kerajaan Jawa
Tinggal di Bekasi
Ditulis ulang dari http://nyimaspakungwati.blogspot.com/2009/05/carut-marut-hikayat-walisongo.html 

Pustaka:

o Hasanu Simon, 2004, Peranan Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa Dalam Misteri Syekh Siti Jenar, Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
o Sulendraningrat, 1984, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon.
o Asnan Wahyudi dan Abu Khalid MA, tanpa tahun, Kisah Walisongo, Karya Ilmi, Surabaya.
o Widji Saksono,1995, Mengislamkan Tanah Jawa:Telaah atas Metode Dakwah Walisongo,Penerbit Mizan, Bandung.
o Atmodarminto, R., 2000, Babad Demak;Dalam Tafsir Sosial Politik Keislaman dan Kebangsaan, terjemahan Saudi Berlian, Millenium Publisher, Jakarta. (© Banyu Mili 2009)