Thursday, March 28, 2013
Friday, March 8, 2013
Membedakan Daging Sapi dan Daging Babi
Saya penah "parno" saat membeli daging sapi dan mendapat yang agak berlemak. Karena khawatir, saya tidak melanjutkan memasak. Daging yang terlanjur dipotong jadi 2 saya foto dan email ke teman non muslim. Dia bilang itu daging sapi, daging babi lebih mirip daging ayam saat sudah masak karena termasuk golongan daging putih. Alhamdulillah..... padahal udah kebayang gimana saya harus "mensucikan" bekas daging babi di telenan, pisau, maupun bak cuci :-)
Menurut Dr. Ir. joko hermanto, Guru besar Departemen dan Teknologi Pangan IPB, secara kasat mata ada lima aspek yang terlihat berbeda antara daging sapi dan babi yaitu warna, serat daging, tipe lemak, aroma dan tekstur

Menurut Dr. Ir. joko hermanto, Guru besar Departemen dan Teknologi Pangan IPB, secara kasat mata ada lima aspek yang terlihat berbeda antara daging sapi dan babi yaitu warna, serat daging, tipe lemak, aroma dan tekstur
perbedaan terlihat dengan jelas antara
kedua daging. Pada sapi serat serat daging tampak padat dan garis garis
seratnya terlihat jelas.sedangkan daging babi seratnya terlihat samar
dan renggang
lihat dibah ini
Perbedaan terlihat pada tingkat
keelastisanya, daging babi memiliki tekstur lemak yang lebih elastis
sedangkan lemak sapi lebih kaku dan berbentuk. Lemak babi sangat basah
dan sulit dilepaskan. Sedangkan lemak daging sapi agak kering dan
berserat (lihat gambar).
Daging sapi memiliki tekstur yang lebih
kaku dan padat dibanding daging babi yang lembek dan mudah
direnggangkan (lihat gambar) melalui perbedaan ini sebenarnya kita
memegangnya pun sudah terasa perbedaan yang nyata antar keduanya karena
terasa sekali daging babi yang sangat kenyal sedangkan daging sapi yg
mempunyai tekstur keras
5. Dari segi aroma
Daging sapi memiliki aroma yang
khas tersendiri, sedangkan daging babi lebih amis/anyir. Jika kedua daging
ini dicampur kita akan sangat sulit membedakan melalui aromanya dan
membutuhkan latihan berulang-ulang.
Krupuk Rambak Halal atau Haram?
Krupuk rambak adalah krupuk yang terbuat dari kulit binatang; bisa sapi, kerbau, kambing atau babi. Jika binatang asalnya halal maka krupuk rambak ikut HALAL, sebaliknya jika binatang asalnya haram; seperti babi, maka krupuk rambak juga menjadi HARAM.
Yang menjadi masalah, bagaimana bila binatang yang halal (sapi) disembelih tanpa menyebut asma Allah? Otomatis binatang yang halal tersebut menjadi haram termasuk kulitnya. Bagaimana dengan "cecek" dan "krupuk rambak" yang banyak kita jumpai di sekitar kita? Bahan bakunya dari kulit sapi lokal atau impor? Sudah saatnya kita mulai memikirkannya, mengingat kebanyakan bahan bakunya dari kulit impor.
Sudah cukup lama saya galau memikirkan hal ini. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak memasak cecek maupun krupuk rambak. Yang menjadi masalah bila ada tamu yang membawa oleh-oleh krupuk rambak, terutama yang sudah siap makan. Saya pribadi tidak mau mengkonsumsinya, tetapi suami masih mengambil jalan yang mudah, dibuang sayang, toh belum ada fatwa haram/syubhat dari MUI, ntar yang nanggung ya... MUI.
Sebenarnya pemikiran menyerahkan semua tanggung jawab kepada MUI tidak sepenuhnya benar. Bukankah Allah telah menganugerahkan kemampuan berpikir kepada setiap manusia? Jadi kita sendirilah yang bertanggung jawab atas semua yang kita pilih dan kita kerjakan.
Mudah-mudahan, setelah membaca tulisan ini, suami ikut berhati-hati dan secara sadar menghindari mengkonsumsi makanan yang meragukan kehalalannya. Semoga Allah mengampuni, jika selama ini kami sekeluarga memakan makanan haram tanpa kami sadari. Semoga Allah memantapkan hati kami untuk meninggalkan hal-hal yang haram dan syubhat. Amin....
Berita terkait :
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2012-08-03/142902/Puasa,_Permintaan_Krecek_Rambak_Naik_100_Persen
http://medisherbalis.blogspot.com/2010/06/kerupukringantapi-bisa-berat.html
Sudah cukup lama saya galau memikirkan hal ini. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak memasak cecek maupun krupuk rambak. Yang menjadi masalah bila ada tamu yang membawa oleh-oleh krupuk rambak, terutama yang sudah siap makan. Saya pribadi tidak mau mengkonsumsinya, tetapi suami masih mengambil jalan yang mudah, dibuang sayang, toh belum ada fatwa haram/syubhat dari MUI, ntar yang nanggung ya... MUI.
Sebenarnya pemikiran menyerahkan semua tanggung jawab kepada MUI tidak sepenuhnya benar. Bukankah Allah telah menganugerahkan kemampuan berpikir kepada setiap manusia? Jadi kita sendirilah yang bertanggung jawab atas semua yang kita pilih dan kita kerjakan.
Mudah-mudahan, setelah membaca tulisan ini, suami ikut berhati-hati dan secara sadar menghindari mengkonsumsi makanan yang meragukan kehalalannya. Semoga Allah mengampuni, jika selama ini kami sekeluarga memakan makanan haram tanpa kami sadari. Semoga Allah memantapkan hati kami untuk meninggalkan hal-hal yang haram dan syubhat. Amin....
Berita terkait :
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2012-08-03/142902/Puasa,_Permintaan_Krecek_Rambak_Naik_100_Persen
Untuk memenuhi banyaknya permintaan jelang lebaran seperti saat ini, ia bahkan menambah jumlah karyawan yang kini mencapai 15 orang karyawan. Untuk bahan baku kulit sapi, ia juga harus impor dari luar karena stok bahan baku di tingkat lokal terbatas. Seperti dari China, Korea, Lebanon dan Thailand.
http://medisherbalis.blogspot.com/2010/06/kerupukringantapi-bisa-berat.html
Beberapa tahun lalu saat membeli krecek krupuk rambak di daerah Bangsal, Mojokerto, saya diberi pilihan oleh penjual yang lebih murah & lebih mahal, yang ternyata yang lebih murah bahan bakunya dari kulit impor, asal Korea. Sejak itu saya risau, tentang adanya produk yang berpotensi haram/syubhat, tetapi para ulama tidak pernah memperingatkan masyarakat agar berhati-hati.
Beberapa hari lalu saat berbincang dengan wali santri paud, saya menggali informasi bahwa suaminya berprofesi sbg pembuat krecek rambak dan lebih menyukai bahan baku kulit impor krn lebih murah dan pada akhirnya untungnya lebih banyak.
Seyogyanya lembaga resmi seperti LP POM MUI, lebih berperan aktif dalam memberikan informasi tentang halal/tidaknya makanan serta menggandeng Ulama (MUI, NU, Muhammadiyah, dll.) agar suatu informasi dapat tersosialisasi kepada masyarakat.
Subscribe to:
Posts (Atom)