Saat ini aku sedang addicted drama Korea
Empress Ki. Dari sini aku mencari informasi dengan kata kunci
Dinasti Yuan, kemudian muncul nama Jenghis Khan, Alexander Agung, Zulkarnain, Ya'juz Ma'juz, Tembok Cina, Islam di China dan berakhir pada Laksamana Ceng Ho.
Berikut informasinya :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekaisaran_Mongolia
http://mualaf-alhamdulillah.blogspot.com/2012/03/tembok-cina-adalah-buatan-orang-islam.html
http://senyumislam.wordpress.com/2010/11/05/sejarah-masuknya-islam-di-cina/
http://muslimdaily.net/artikel/studiislam/laksamana-cheng-ho---penjelajah-muslim-dari-tiongkok.html#.UnuigFOaRoo
Kekaisaran Mongolia
Kekaisaran Mongolia didirikan oleh
Jenghis Khan
pada tahun 1206 sesudah mempersatukan Suku-suku Mongolia yang saat itu
sering berselisih di antara sesama dan memulai banyak penaklukan di
seluruh benua
Eurasia yang dimulai dengan penaklukan
Dinasti Xia Barat di
Cina Utara dan
Kerajaan Khawarezmia di
Persia. Pada puncaknya, Kekaisaran Mongolia menguasai sebagian besar wilayah
Asia Tenggara ke
Eropa tengah. Selama keberadaannya, Mongolia melakukan pertukaran budaya antara Timur, Barat dan
Timur Tengah sekitar abad ke-13 dan 14.
Kekaisaran Mongolia dipimpin oleh Khagan (Khan Agung keturunan
Jenghis Khan) secara turun-temurun. Sesudah kematian Jenghis Khan,
Kekaisaran Mongolia pada dasarnya terbagi menjadi empat bagian yaitu;
Dinasti Yuan (Cina),
Ilkhanate (Persia),
Chagatai Khanate (Asia Tengah), dan
Golden Horde (Rusia). Semua wilayah pembagian itu dipimpin oleh keturunan Jenghis Khan.
Menurut ahli sejarah barat R.J. Rummel, diperkirakan sekitar 30 juta
orang terbunuh dibawah pemerintahan Kekaisaran Mongolia dan sekitar
setengah jumlah populasi Tiongkok habis dalam 50 tahun pemerintahan
Mongolia.
Khan Agung Mongol (Dinasti Yuan)
Para Khan Agung di Karakorum dan setelah masa Mongke, di Peking atau
Khanbaliq (berarti "Kota Para Khan"), hidup dengan kekayaan meterial dan
barang jarahan yang didapat dari daerah-daerah taklukan Mongol. Hal
tersebut dapat ditemui dalam laporan perjalanan dari para musafir dan
tamu dari Eropa Barat dan Timur Dekat. Lambat-laun, para Khan Agung
Mongol menjadi dinasti Tiongkok dan hanya memiliki kekuasaan nominal
saja terhadap khan-khan Mongol di Asia Tengah dan Asia Barat.
Berikut ini adalah tahun kenaikan tahta para Khan Agung (Kha Khan)
Mongol atau Dinasti Yuan di Tiongkok, 1206-1634 M, berdasarkan
penelitian dari C.E. Bosworth:
- 1206 Jenghis Khan, pendiri Kekaisaran Mongolia
- 1227 Ogadai Khan (Ogedei Khan), anak Jenghis Khan
- 1241 Toregene, istri Ogadai Khan (bukan marga Borjigid) dan wali atas Guyuk Khan
- 1246 Guyuk Khan; anak Ogadai Khan dan Toregene
- 1251 Möngke Khan, anak Tolui (saudara Ogadai Khan)
- 1260 Kubilai Khan, saudara Mongke Khan
- 1294 Temur Oljeytu (Uljaytu), cucu Khubilai Khan
- 1307 Qayshan Guluk, keponakan Temur Oljeytu
- 1311 Ayurparibhadra Buyantu, adik Qayshan Guluk
- 1320 Suddhipala Gege'en (Gegen), anak Ayurparibhadra Buyantu
- 1323 Yesun Temur, sepupu Qayshan Guluk dan Ayurparibhadra Buyantu
- 1328 Arigaba, anak Yesun Temur
- 1328 Jijaghatu Toq-Temur, anak Qayshan Guluk
- 1329 Qushila Qutuqtu, anak Qayshan Guluk dan kakak Jijaghatu Toq-Temur
- 1332 Rinchendpal (Irinjipal), anak Qushila Qutuqtu
- 1332-1370 Toghan Temur; anak Qushila Qutuqtu (saudara tiri Rinchendpal) dan kaisar Dinasti Yuan terakhir
Setelah Toghan Temur disingkirkan oleh kaisar Ming, maka pengaruh mereka di wilayah non-Tiongkok menjadi pupus sama sekali.

Diperkirakan sumber awal yang menyatakan bahwa Zulkarnaen (tanpa
Iskandar) adalah Alexander the Great dalam khasanah literatur Islam
adalah Ibn Hisyam. Ibn Hiyam adalah salah satu ahli sejarah Islam awal
yang menulis sejarah kehidupan Rasulullah. Sebagai bahan dasar penulisan
sejarah Rasulullah tersebut beliau banyak mengambil bahan dari sejarah
Rasulullah yang ditulis oleh Ibn Ishaq (yang sekarang
diyakini/diperkirakan tidak ada lagi).
Kembali ke pokok permasalahan, dalam karyanya Ibn Hisyam memberikan
komentar tentang siapakah Zulkarnaen dengan mengasosiasikan dia dengan
Alexander dari Yunani, dengan tafsiran bahwa "2 tanduknya" adalah
rentangan kekuasaannya yang terbentang dari Yunani ke Persia (dahulu
kekuasaan kerajaan Persia sampai ke India), atau dari barat sampai ke
timur. Kemungkinan besar sejak saat itulah diasosiasikan bahwa
Zulkarnaen adalah Alexander (atau Iskandar menurut bahasa Arab dan
Eskandar menurut bahasa Persia)
Namun asosiasi tersebut menjadi bermasalah salah satunya karena
Alexander diperkirakan bukan seorang monoteis. Oleh karena itu Sayyid
Abul Ala Maududi berpendapat bahwa Zulkarnaen bukanlah Alexander.
Maududi berpendapat bahwa sifat-sifat Zulkarnaen adalah:
1. Sudah meninggal saat Qur'an diturunkan
2. Punya 2 tanduk
3. Kekuasaannya meliputi suatu daerah yang sangat luas
4. Membangun tembok untuk menahan Yajuj dan Majuj
5. Penguasa yang adil dan percaya kepada Tuhan
Cyrus the Great (590 — 529 sblm Masehi) adalah pendiri dan penguasa
kerajaan Persia Kuno. Kerajaannya terbentang dari Asia Barat Selatan
(Libanon, Israel) hingga Pakistan (sekarang), dari Timur Tengah hingga
Armenia. Kekuasaannya meliputi Timur Barat Utara Selatan. Kerajaan
Persia terkenal dengan logo domba dengan 2 tanduk yang melingkar. Al
Maududi mengenai tembok besi untuk menghalang Yajuj dan Majuj
berpendapat bahwa Yajuj dan Majuj adalah bangsa barbar yang tinggal di
daerah Asia Tengah (seperti Mongol, Tartar, Hun, Scythian) dan, menurut
Maududi, Cyrus telah membangun dinding untuk membatasi bangsa yang lebih
beradap dari bangsa2 barbar tersebut. Selain itu Cyrus terkenal sebagai
raja yang adil dan bijaksana. Bahkan dikabarkan dia melepaskan Bani
Israel karena Bani Israel adalah kaum monoteistik dan memerintahkan
pembangunan Kuil Sulaiman sebagai tempat penyembahan kepada Tuhan.
Orang Israel dan Christian mengenal adanya Book of Daniel, yang
menceritakan kehidupan orang Israel dibawah kekuasaan dan tirani
Nebukadnezar, dengan Daniel sebagai tokoh utamanya. Daniel adalah orang
Israel yang memilii kemampuan menafsirkan mimpi, dan dia sempat menjadi
penasehat Nebukadnezar karena kemampuannya trersebut. Pada suatu ketika
Daniel bermimpi akan adanya seekor domba dengan 2 tanduk. Salah satu
tanduknya agak panjang sebelah. Domba itu menyeruduk ke Barat, Keselatan
dan keUtara. Tidak ada binatang yang tahan tandukan domba tersebut.
Seekor kambing dengan tanduk tunggal diantara 2 matanya muncul dari
barat
Belum lama saya tertarik dengan sebuah buku yang berjudul "Mengungkap
Misteri Perjalanan Dzulqarnain ke Cina: Munculnya Ya'juj dan Ma'juj di
Asia".
Berdasarkan penelitian sang penulis, Zulkarnain bukanlah Alexander
Agung, karena Alexander Agung bukanlah seorang muslim dan juga merupakan
agresor.
Penelitian lanjut beliau, yang tidak bisa saya uraikan di sini karena
terlalu panjang, Zulkarnain tidak lain adalah Akhnaton (Amnihotib IV),
Raja Mesir yang berkuasa antara tahun 1370 s.d. 1352 SM (Dinasti XVIII).
Akhnaton sendiri adalah anak dari Amnihotib III yang saat ini kita
kenal dengan Fir'aun, raja Mesir yang mengaku dirinya sebagai Tuhan dan
ingin membunuh nabi Musa. Banyak fakta yang ditampilkan oleh penulis
yang mengarahkan Zulkarnain sebagai anak Firaun. Zulkarnain inilah yang
diyakini sebagai orang yang membela Nabi Musa ketika Firaun ingin
membunuhnya yang disebutkan dalam Al-Quran sebagai "laki-laki yang
beriman". Kisah ini bisa disimak dalam
Q.S. 40:27:
Dan berkata Fir`aun (kepada pembesar-pembesarnya):
"Biarkanlah aku
membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena
sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi".
Q.S. 40:27
Dan Musa berkata:
"Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan
Tuhanmu dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman
kepada hari berhisab".
Al-Mu`min:028
Dan seorang laki-laki yang beriman di antara keluarga (pengikut-pengikut) Fir`aun yang menyembunyikan imannya berkata:
"Apakah
kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhanku
ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka
dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang
benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan
menimpamu". Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.
Siapakah lelaki beriman itu? Menurut penulis, dia tidak lain adalah
Zulkarnain. Bersama istri dan keenam putrinya beliau mengajarkan untuk
bertauhid dan dia adalah satu-satunya raja Mesir dalam sejarah yang
beriman kepada satu Tuhan, Tuhannya Matahari, yang pada saat itu
Matahari dianggap sebagai Tuhan oleh masyarakat Mesir. Dan sangat
mungkin anak Firaun ini beriman, karena beliau hidup semasa dengan Nabi
Musa yang ketika kecil nabi Musa dirawat oleh istrinya Firaun.
Pergaulannya dengan nabi Musa yang mungkin menyebabkan Akhnaton beriman
kepada Allah.
Akhnaton menjadi raja setelah ayahnya Firaun tewas di laut merah ketika mengejar nabi Musa.
Dari sekian banyak raja Mesir, hanya Raja Zulkarnain (Akhnaton) dan
keluarganya yang tidak ditemukan muminya meskipun piramid yang akan
digunakan untuk makam Raja Akhnaton berhasil ditemukan namun para ahli
sejarah tidak berhasil menemukan muminya.
Pertanyaannya, mengapa tidak ada makam Raja Akhnaton? Salah satu jawaban
yang mungkin adalah Raja Akhnaton atau Zulkarnain tidak meninggal di
Mesir, tetapi di luar Mesir. Perjalanan Zulkarnain ke luar Mesir
berdasarkan perintah Allah yang tercatat dalam kisah Zulkarnain di
Al-Quran Q.S. Al-Kahfi: 83-99.
Zulkarnain diperintahkan untuk menuju tempat terbenam matahari (Bagian
barat bumi), tempat terbit matahari (bagian timur bumi), dan juga menuju
tempat "baina as-saddain (di antara dua bukit). Berdasarkan bukti,
fakta, dan argumentasi yang diberikan oleh penulis, penulis meyakini
bahwa yang dimaksud tempat terbenam matahari adalah kepulauan Maladewa,
kemudian beliau menyusuri khatulistiwa menuju tempat terbitnya matahari.
Kepulauan Kiribati dinyatakan oleh penulis sebagai tempat terbitnya
matahari. Di tempat ini terbit dan terbenamnya matahari selalu sama
sepanjang tahun, yaitu terbit selalu jam 06.30 dan terbenam selalu jam
18.30, dengan kata lain siang hari selalu 12 jam, dan malam hari selalu
12 jam. Setelah itu beliau diperintahkan oleh untuk berbelok arah menuju
tempat yang terletak di antara dua bukit. Berdasarkan penelitian
beliau, lokasi itu tidak lain adalah China.
Cerita Zulkarnain juga terkait dengan Ya'juj dan Ma'juj. Dalam kaidah
bahasa Arab, kata Ya'juj dan Ma'juj ini adalah kata yang aneh karena
tidak bisa ditashrif. Ternyata Allah ingin membuktikan sebuah sejarah
dengan menggunakan kata aslinya. Ya'juj dan Ma'juj ternyata berasal dari
bahasa China:
Ya = Asia
Jou atau Zhou = Benua, tempat tinggal
Ma = kuda
Di dalam Surat AL-Kahfi disebutkan bahwa Ya'juj (Penduduk Benua Asia)
dan Ma'juj (Penduduk Benua Kuda) adalah perusak di muka bumi.
Pemahaman tentang Ya'juj dan Ma'juj ini juga sejalan dengan hadits nabi:
"Kalian mengatakan, kalian tidak punya musuh. Kalian tetap akan
melawan musuh kalian sehingga keluar Ya'juj dan Ma'juj yang bermuka
lebar, bermata sipit, bersosok (atau berkulit kuning), akan turun dari
setiap perbukitan, seakan wajah mereka rata bagai permukaan palu." (Hadits riwayat Imam Ahmad)
Hadits di atas menerangkan sebagian karakteristik fisik Ya'juj dan
Ma'juj yang mendiami Asia Timur, Asia Utara, Asia Tengah, dan benua kuda
(Bangsa Mongol. Orang Barat menyebutnya Horse People).
Di dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:
"Tiada ilah selain Allah. Celaka orang-orang Arab akibat kejahatan
yang kian dekat. Tembok pemisah (perlindungan dari) Ya'juj dan Ma'juj
terlah terbuka, seperti ini," beliau sambil melingkarkan ibu jari dan telunjuknya. Zainab berkata,
"Kataku, Wahai Rasulullah, apakah kita akan binasa sedang di tengah-tengah kita terdapat orang-orang shaleh?" Beliau menjawab,
"Ya, jika kejahatan merajalela." HR. Bukhori.
Perlu dicatat, Tembok China yang kita ketahui saat ini adalah tembok
yang dibangun oleh Zulkarnain atas permintaan rakyat China untuk
melindungi mereka dari bangsa Ya'juj dan Ma'juj.
Hadits riwayat Bukhori di atas diperkirakan disampaikan oleh nabi antara
tahun 622-632M. Ketika itu sebagian tembok pemisah yang dibangun
Zulkarnain di Vina telah terbuka, yakni antara tahun 615-632 M. Pada
rentang tahun itu, China menjadi negara superpower di Asia bagian utara
yang dapat menghancurkan Turki bagian timur dan menguasai Mongolia
pedalaman, Rodesia, dan daerah-daerah di Asia Tengah dengan kekuatan
tentara yang sangat dahsyat di bawah kepemimpinan Kaisar Taizon.
Berbagai bencana, peperangan, dan peristiwa yang terjadi antara 615 -
632 M rupanya menjadi sebab terbukanya sebagian tembok pemisah sebagai
pertahanan dari Ya'juj dan Ma'juj, sebagaimana disebutkan dalam hadits
di atas.
Bencana, peperangan dan kerusakan yang terjadi merupakan parameter
Ya'juj dan Ma'juj. Perang sadis dan tidak berperikemanusiaan juga
terjadi sekitar tahun 1200-an M di bawah kepemimpinan raja Mongol,
Jenghis Khan.
Sejarah Masuknya Islam di Cina
Cina yang sebelumnya terkenal dengan nama RRC (Republik Rakyat China )
terletak di wilayah Asia Timur berbatasan dengan 14 negara tetangga
Korea Utara, Mongolia, Rusia, Vietnam, Laos, Birma, India, Bhutan,
Nepal, Pakistan dan negara-negara lainnya. Agama Islam telah tersebar di
China selama lebih 1300 tahun.
Di China, terdapat 10 suku bangsa yang beragama Islam, termasuk etnik
Huizu, Uygur, Kazakh, Kirgiz, Tajik, Uzbek, Tatar dan lain-lainnya.
Penduduk Islam tinggal di merata tempat di seluruh China, terutamanya di
bagian barat laut China, termasuk provinsi Gansu, Qinghai, Shanxi,
Wilayah Autonomi Xinjiang dan Wilayah Autonomi Ningxia. Agama Islam
sudah tidak asing bagi penduduk di negara ini. Ia telah menjadi salah
satu agama yang penting di China.
Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di
dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba
di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia
(Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan
dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain : Ruqayyah
(anak perempuan Nabi), Ustman bin Affan (suami Ruqayyah), Sa’ad bin Abi
Waqqas (paman Rasulullah SAW) dan sejumlah sahabat lainnya.
Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari
Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan
tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar
dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M – 618 M).
Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina
ketika Sa’ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari
Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa’ad kembali ke Arab
dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci
Alquran. Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di
Cina pada 615 M – kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup
usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa’ad bin Abi
Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Konon, Sa’ad
meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai
Geys’ Mazars.
Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari
Dinasti Tang pada tahun 651 M. Kaisar pun lalu memerintahkan
pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton – masjid
pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina
tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya.
Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat
Tiongkok.
Pada zaman Dinasti Song, agama Islam dianggap lebih mulia oleh rakyat
China, agama Islam telah mulai berkembang di China dan kawasan kediaman
penduduk beragama Islam lebih luas. Banyak orang asing yang beragama
Islam tinggal di bandar Guangzhou di provinsi Guangdong dan bandar
Quanzhou di provinsi Fujian secara berkumpulan. Masjid pada zaman
Dinasti Song yang masih ada sekarang sudah tidak banyak, yang paling
terkenal ialah masjid “Qing Jing Si” dibandar Quanzhou.
Zaman Dinasti Yuan merupakan zaman yang paling penting bagi
perkembangan agama Islam di China, karena Agama Islam di China
berkembang paling pesat dan paling makmur pada zaman itu dan mempunyai
kedudukan yang penting, arena politik dan kehidupan masyarakat. Penduduk
yang menganut agama Islam bertambah pesat, dan warga Islam China banyak
mengadakan perhubungan dengan dunia Arab. Masjid di China pada zaman
itu bertambah banyak. Selain bercirikan seni Arab, reka bentuknya telah
menerima seni China, karena banyak menggunakan kayu yang diukir.
Pada zaman Dinasti Ming, perkembangan agama Islam di China telah
menghadapi rintangan, maharaja pertama Dinasti Ming memandang rendah
terhadap agama Islam. Baginda mengeluarkan perintah untuk melarang
rakyat menyembelih lembu secara tersendiri dan beberapa dasar yang
mendiskriminasi umat Islam, termasuk orang Islam tidak boleh menjadi
pegawai kerajaan dan lain-lainnya. Ini telah mencetuskan kemarahan umat
Islam di China dan penduduk Islam mengadakan pemberontakan di ibu kota
negara.
Masjid dan Perkembangan Islam di Cina
Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti
‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat
kelahiran ‘Buddha Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW). Pada awalnya, pemeluk
agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia.
Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak
saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti
Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor.
Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara
konsisten dijabat orang Muslim.
Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang
telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri
Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan
dan peradaban. Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap
ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya
antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan
tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri
Arab sebelum tahun 500 M.
Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang
dengan `Middle Kingdom’ – julukan Cina. Untuk bisa berkongsi dengan
para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani
mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar’ dari Basra di Teluk
Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.
Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab
melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah
itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab
menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan
tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.
Kebudayaan Islam mempunyai kedudukan yang penting dalam kebudayaan
China, umat Islam di China pernah memberi sumbangan yang besar terhadap
perkembangan sains dan teknologi China. Kalender yang dicipta oleh umat
Islam pernah digunakan di China dalam waktu yang panjang. Alat pandu
arah angkasa yang dicipta oleh seorang ahli ilmu falak yang bernama
Zamaruddin pada Dinasti Yuan sangat populer di China. Ilmu matematik
yang dikembangkan dari Arab telah diterima oleh orang China. Ilmu
perobatan Arab juga menjadi sebagian daripada ilmu perobatan China. Umat
Islam juga terkenal dengan pembuatan meriam di China, Dinasti Yuan
menggunakan sejenis meriam yang dikenali sebagai meriam etnik Huizu yang
diciptakan oleh orang Islam China. Meriam itu tidak menggunakan bahan
letupan, tetapi menggunakan batu sebagai peluru, dan meriam itu sangat
populer di China pada zaman itu. Selain itu, orang Islam juga terkenal
dengan teknik pembinaan dan menenun.
Untuk menunjukkan kekaguman dan penghormatannya terhadap Islam,
kaisar lantas mendirikan masjid pertama di Cina. Masjid Canton (Memorial
Mosque) sampai saat ini masih berdiri tegak dan telah berusia 14 abad.
Masjid ini adalah saksi bisu perkembangan Islam di negeri tirai bambu
itu. Setelah itu, hubungan Islam dan Cina berkembang pesat hingga muncul
perkampungan Muslim. Yang pertama dibangun adalah Cheng Aan.
Pada tahun ke 133 Hijriah terjadi pertempuran besar yang menentukan
sejarah Islam di Asia Tengah. Pasukan Muslim dipimpin Ziyad. Meski tak
jelas berapa korbannya, Cina mengalami kekalahan menyedihkan dalam
pertempuran kali ini. Setelah kemenangan itu, Muslim mengontrol penuh
hampir seluruh wilayah Asia Tengah.
Kemenangan itu membuka pintu lebar-lebar bagi ulama Islam.
Pada tahun 138 Hijrah, Jenderal Lieu Chen melakukan pemberontakan
melawan Kaisar Sehwan Tsung. Untuk menumpas pemberontakan itu kaisar
memohon pertolongan Khalifah Al Mansur dari dinasti Abbasiyah. Al Mansur
menyanggupi dengan mengirim 4 ribu tentaranya ke Cina. Bantuan ini
membuat kaisar bisa menghadapi para pemberontak.
Itulah mula pertama hingga tentara Turki mulai hadir di Cina. Mereka
menetap dan lantas menikahi perempuan Cina. Saat ini ulama Cina
berkembang baik dalam bidang ilmu agama maupun filsafat dan sosial.
Bahkan tak sedikit yang ikut mewarnai filsafat Confusius. Namun
belakangan umat Islam menghadapi banyak masalah. Kehidupan yang sangat
keras dialami saat dinasti Manchu berkuasa (1644-1911 Masehi). Terjadi
perseteruan paling keras di mana terjadi lima kali perang yakni Lanchu,
Che Kanio, Singkiang, Uunanan dan Shansi. Muslim mengalami kekalahan
dalam pertempuran kali ini. Korban yang jatuh tak terhitung dan
mengakibatkan menyusutnya jumlah Muslim hingga sepertiganya saja.
Setelah kekalahan menyakitkan itu jumlah Muslim kembali berkembang.
Diperkirakan ada 60 juta umat Islam. Mereka bukan cuma mengerti teori
tapi juga praktik. Mereka mengenal rukun Islam, konsep halal dan haram
dan sempat memimpin peradaban di Cina. Umat Islam punya babak baru pada
masa Mao Tse Tung (1893-1976). Negarawan besar ini juga punya hubungan
khusus dengan umat Islam. Ketika dia menetapkan markasnya ke Niyan, umat
Islam Cina mendukungnya penuh. Bahkan sebagian Musilm ikut bergabung
dalam tentara Merahnya meski sebagian menyembunyikan agama asli.
Pada 1954 pemerintah menjamin kebebasan untuk melakukan shalat,
upacara ritual dan budaya serta sosial sendiri. Sebagai perbandingan
terhadap etnis minoritas lainnya, mereka juga diberi kebebasan terutama
menjalin hubungan dengan muslim lain di dunia. Belakangan memang
pemerintah Cina memberi perlakuan khusus bagi mereka. Caranya dengan
memberikan otonomi atau provinsi khusus buat mereka. Pemerintah Cina
memberi hak khusus kepada etnik minoritas. Sebagai bukti, di luar dari
22 provinsi ada lima daerah otonomi penuh yang didasarkan pada pengakuan
atas hak warga minoritas bukan saja Muslim tapi juga etnik lain.
Wilayah itu adalah Zhuang di Guangxi Zhuangzu, Hui-wilayah muslim di
Ningxia Huizu, Uygurs di Xinjiang Uygurs, Tibet di Tibet, dan Mongol di
wilayah khusus Mongol. Wilayah khusus lain dibedakan lantaran perjanjian
dengan Inggris seperti Hongkong yang telah dikembalikan secara resmi.
Kental Dengan Muatan Lokal
Islam di Cina kental dengan muatan lokal. Kondisinya mirip dengan di
Indonesia terutama wilayah Jawa. Desain masjid atau rumah-rumah hunian
Muslim Cina mengambil budaya setempat. Warna merah, kuning dan bahkan
kepercayaan terhadap unsur yin dan yang juga diyakini umat Islam. Muslim
Cina masih menghormati dan bahkan meyakini kepercayaan leluhur.
Arsitektur masjid misalnya. Kubahnya dibuat model Cina. Pada pintunya
terdapat tabir tipis dari plastik sebagai pencegah bala. Bagi
masyarakat Cina, terlarang pintu yang menghadap ke depan. Biasanya pintu
dibuat agak berliku. Dan jika langsung menghadap depan akan ada tirai
yang menghalangi. Sebuah perbedaan yang bisa disaksikan secara kasat
mata adalah bahwa Muslim tinggal berkelompok. Ini memudahkan mereka
mencari makanan halal. Hanya di perkampungan Muslim kita bisa
mendapatkan daging dan makanan halal lain. Di tempat lain makanan halal
sulit ditemukan. Buku-buku agamapun ditulis dalam bahasa Han. Hadis,
fikih, ahlak dan sejarah diterbitkan dalam bahasa lokal.
Penulis seperti Ma Chu, Leo Tse dan Chang Chung (1500-1700 Masehi)
adalah tokoh yang berjasa menerjemahkan teks Arab dan Parsi kedalam
bahasa lokal. Bahkan di antara buku-buku tersebut ada yang ajarannya
bercampur dengan pengajaran filsafat Confusius. Penerjemahan Alquran
pertama dilakukan pada abad 19. Ma Pu Shu mencoba menerjemahkan lima juz
saja. Meski belum lengkap, apa yang ia kerjakan sangat berjasa bagi
Muslim lokal. Abad 20 adalah masa sukses bagi umat Islam Cina. Sejumlah
ulama berusaha meneruskan langkah Ma Pu Shu. Bukan saja Alquran,
penerjemahan juga dilakukan terhadap teks agama lain seperti hadis
Arbain an-Nawawy. Adalah Syaikh Wang Jing Chai dan Yang Shi Chian yang
berjasa melakukannya.
Filsafat dan ilmu pengetahuan sosial lainnya adalah keuntungan yang
diperoleh dari ulama Islam Cina. Telaah yang dilakukan Wang Dai Yu dan
Liu Tsi pada masa Dinasti Ming dan Chend sangat berjasa bukan saja bagi
pengembangan filsafat Islam tapi juga pemikiran filsafat Cina.
Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300
pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk
membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah
Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan
Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias ‘So-Fei
Er’. Dia bergelar `bapak’ komunitas Muslim di Cina.
Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk
Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi
kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina
Han.Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk
mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin
korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji
astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga
membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.
Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang
kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang
adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan
memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah
itu muncul Laksamana Cheng Ho – seorang pelaut Muslim andal.
Masa Surut Islam di Daratan Cina
Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai
dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi
diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina.
Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing
menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa
Cina dengan Islam mulai memburuk.
Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak
Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi
Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing
melarang berbagai kegiatan Keislaman.Menyembelih hewan qurban pada
setiap Idul Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid.
Bahkan, penguasa dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam
menunaikan rukun Islam kelima – menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci
Makkah. Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah
umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mogol. Akibatnya
ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif
Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi
Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.
Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan
Republik Cina. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet)
berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan
Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma. Kondisi umat
Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah
mulai mengendorkan kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini Islam
kembali menggeliat di Cina. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid
serta aktivitas Muslim antaretnis di Cina.
Laksamana Cheng Ho - Penjelajah Muslim dari Tiongkok
Sekitar tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang
laksamana laut asal Tiongkok pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu
prasasti di sebuah kota di Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan
mengisahkan jejak perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan
tangguh bernama Cheng Ho atau Zheng He.
Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak
hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana
Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho
pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.
Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia mengungkapkan,
ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum
penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya
samudera biru. Tak hanya itu, ekspedisi arung samudera yang dilakukan
Cheng Ho juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da
Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.
Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M
-1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg,
tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho.
Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya
mencapai 35 ribu mil.
Dalam batu
prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho mengatakan
bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar
mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam
ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho
mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil
serta puluhan ribu awak.
Pada
ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil
yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho
menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan
pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan
awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan
Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal
dengan awak mencapai 88 orang.
Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu,
secara khusus Cheng Ho menumpangi 'kapal pusaka'. Sebuah kapal terbesar
pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan
lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk
menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.
Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka' itu mencapai 2.500
ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad
ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal
besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya,
keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi
berikutnya.
''Cheng Ho terlahir
sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina," ungkap
Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam
sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji
ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan
oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.
Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain
ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13
tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga
Pangeran Zhu Di - anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan
khusus Pangeran Zhu Di.
Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh.
Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila
dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga
diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda
milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang
dinamakan Zhenglunba.
"Cheng Ho
juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara','' papar
Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki,
posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402.
Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk
melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang
memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.
Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M - 1407 M.
Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat
terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian).
Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai
di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam,
Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan
cara barter.
Tahun 1407 M - 1409 M
ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho tak ikut memimpin
ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung
halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M - 1411 M menjangkau
India dan Srilanka. Tahun 1413 M - 1415 M kembali melaksanakan
ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika
Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417M - 1419 M)
dan keenam (1421 M - 1422 M). Ekspedisi terakhir (1431 M- 1433 M)
berhasil mencapai Laut Merah.
Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He's
Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad
ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran,
jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina
berubah, tidak sekadar bertumpu pada 'Jalur Sutera' antara
Beijing-Bukhara.
Tak ada
penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan,
ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar
Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan ekspedisi
itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven
(Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang
dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di
Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M.
Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina
pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang.(fkr_republika)